Regina crott
Saya akan menceritakan pengalaman saya
sendiri
saat dulu kehilangan keperawanan saya
empat tahun lalu.
Saat itu ujian negara tinggal seminggu lagi.
Saya bersama lima orang teman kuliah saya bersepakat membentuk grup belajar. Wita,
Susi, Lilo, Albert, dan Aria (semua bukan
nama sebenarnya).
"Gin, nanti malam kita belajar di rumah gue
ya. Bilangin Wita sama Susi", kata Aria
menghampiri saya ketika saya sedang duduk membaca- baca buku kuliah di
kampus.
"Oke."
Saya tahu, Aria sudah lama naksir pada
saya. Saya tahu dari Albert. Sebab Aria
pernah menceritakan padanya, bahwa dirinya tidak bisa tidur memikirkan diri
saya. Pokoknya, Aria jatuh cinta berat
kepada saya. Namun saya belum
menanggapinya, sebab saya belum
berpikiran untuk memiliki seorang pacar.
Saya masih lebih ingin memusatkan perhatian saya pada kuliah, agar
memperoleh IP yang bagus, sehingga
mudah mencari pekerjaan setelah lulus
nanti. Selama ini saya hanya menganggap
Aria sekadar teman baik saja. Tidak lebih.
Malam harinya kami berlima belajar di rumah Aria. Kebetulan kedua orangtuanya
sedang pergi kondangan. Wita tidak bisa
datang karena ia harus menemani ibunya
menjenguk saudaranya yang sedang sakit.
"Ri, Gue pulang ya. Sudah malam nih. Besok
malam saja ya kita lanjutkan belajarnya", kata Susi kepada Aria ketika jam sudah
menunjukkan pukul dua puluh satu.
"Gue temanin deh, Sus!" timpal Lilo yang
saya tahu sejak lama telah naksir Susi.
"Wah, itu sih memang taktik kamu, Lo!"
kata saya sambil tertawa. Susi pun segera pulang didampingi oleh Lilo. Tinggal saya
bertiga bersama Albert dan Aria.
"Bagaimana sekarang, Ri? Kita nerusin
belajar atau bubar saja?" tanya saya pada
Aria.
"Yah, lebih baik bubaran saja deh. Besok saja kita lanjutkan lagi!"
"Tapi sebelum kamu pulang, habiskan dulu
tuh minuman kamu. Sayang-sayang.
Mubazir kan!" tambah Albert sambil
tersenyum ke arah Aria.
Saya habiskan sari jeruk yang tadi dihidangkan Aria untuk menemani saat
belajar kami berlima.
"Gue pulang dulu ya, Ri, Bert", saya
berpamitan pada kedua teman saya itu.
Baru saja saya akan membuka pintu, tiba-
tiba kepala saya terasa pusing dan mata saya berkunang- kunang. Tak lama
kemudian, saya rasakan suatu keanehan
menjalari tubuh saya. Payudara saya
mengeras dan puting susu saya menegang.
Kewanitaan saya pun terasa berdenyut-
denyut. Ternyata Aria telah memasukkan obat perangsang ke dalam minuman saya
tanpa saya mengetahuinya. Aria dan Albert
menghampiri saya sembari tersenyum.
Mereka memapah saya masuk ke kamar
tidur Aria. Seperti tak sadar, saya menurut
saja. Bahkan ketika saya ditelentangkan di atas tempat tidur.
Aria membuka kaus oblong yang saya
kenakan, sedangkan Albert menurunkan
celana panjang saya. Mereka berdua
menelan air liur melihat kemolekan tubuh
saya yang hanya dibalut pakaian dalam saja. Terpampang payudara saya dengan
belahannya yang menggiurkan menyembul
di balik bra yang saya kenakan serta lekuk-
lekuk pinggul dan pantat saya yang
membuat nafsu birahi mereka naik.
Tanpa membuang waktu lebih lama, mereka berdua menarik lepas bra dan
celana dalam saya, dan keindahan tubuh
saya itu dapat terlihat bebas tanpa
halangan. Tangan Aria meremas-remas
kedua payudara saya yang kenyal itu,
sementara batang kemaluannya semakin menegang. Sementara Albert menciumi
daerah kewanitaan saya. Saya merintih
kecil tatkala lidahnya mulai memasuki
liang vagina saya. Sementara itu, Aria
mulai menghisap- hisap puting susu saya
yang semakin menegang itu, membuat saya semakin menggerinjal- gerinjal.
Namun saya yang berada di antara keadaan
sadar dan tidak sadar tidak mampu
berbuat apa-apa.
"Aw!" jerit saya saat gigi Aria menggigit
puting susu payudara saya sebelah kanan, sementara Albert terus menjilati kemaluan
saya yang ditumbuhi rambut- rambut tipis
nan segar.
Aria dengan kedua tangannya memuntir-
muntir ujung puting susu kedua belah
payudara saya sementara mulutnya turun ke bawah ke arah selangkangan saya.
Akhirnya seperti berebutan, lidahnya
bergabung dengan lidah Albert menjilati
liang kewanitaan saya.
"Gila, Ri. Asyik juga ya si Regina. Nggak gue
sangka lho tubuhnya sebagus ini!" kata Albert sambil terus melanjutkan jilatannya
ke belahan pantat saya dan akhirnya
disusupkannya lidahnya ke dalam lubang
anus saya.
"Bagaimana, Bert. Kita tancap saja si
Regina sekarang?" "Okelah, mumpung dia belum sadar." Dan
kedua cowok itu membuka celana panjang
mereka. Tampaklah kedua batang
kemaluan mereka yang menegang laksana
siap berperang. Aria sebagai tuan rumah
mengambil inisiatif pertama. Dengan hati- hati dimasukkannya batang kemaluannya
ke dalam liang vagina saya yang cukup
sempit itu. Dengan sekali gerakan batang
kemaluannya tersebut dihunjamkan
semakin dalam, membuat saya menjerit
kecil kesakitan. Akan tetapi seiring dengan naik-turunnya tubuh Aria di atas tubuh
saya, saya merasakan kenikmatan yang
tiada tara untuk pertama kalinya dalam
hidup saya. Secara tak sadar, saya
menggerinjal- gerinjal kencang.
Albert yang nampaknya sudah tidak dapat menahan nafsu birahinya yang semakin
merajalela itu tidak mau menunggu lebih
lama lagi. Dihunjamkannya batang
kemaluannya yang tak kalah tegangnya itu
ke dalam lubang anus saya, saya menjerit
kesakitan. Namun Albert yang sepertinya sudah kesetanan tidak mempedulikan saya.
Dengan gerakan naik- turun, ia
menyetubuhi saya lewat lubang anus saya.
Saya terus menggerinjal- gerinjal tak
terkendali. Rasa kenikmatan dan kesakitan
terus bercampur baur saya rasakan. Beberapa menit telah berlalu, belum ada
yang sampai pada klimaksnya. Sementara
kami bertiga sudah mulai lemas, terutama
saya. Kedua cowok itu pun telah bertukar
peranan. Albert telah memperoleh liang
vagina saya, sedangkan Aria liang anus saya. Mereka berdua terus menghunjamkan
batang kemaluannya ke dalam tubuh saya
tanpa kenal ampun.
Akhirnya setelah berselang begitu lama,
Aria dan Albert menyerah begitu saja
sebelum mencapai klimaksnya. Tubuh mereka berdua terkapar lunglai di samping
tubuh saya. Kami bertiga sama- sama
lemas. Namun tak lama kemudian, Aria
telah mampu menguasai dirinya. Walaupun
masih terhuyung-huyung ia bangun dari
tempat tidur. "Bert! Albert! Gila! Ternyata si Regina masih
perawan!" teriak Aria setelah melihat liang
vagina saya mengeluarkan darah tanda
selaput dara saya robek.
"Ergh... nikmat di kamu dong, Ri. Kan kamu
yang memperawanin dia duluan!" kata Albert yang juga telah bangun, sementara
saya masih terkulai lemas.
"Tapi, bagaimana kalau dia sadar terus
lapor pada polisi bahwa kita yang
memperkosanya."
"Bilang saja bahwa kita mau sama mau. Buktinya coba saja lihat tadi. Kan si Regina
kelihatannya ikut menikmatin juga. Nggak
memberontak-berontak kan."
Dan sejak saat itulah saya mulai mengenal
apa yang disebut pergaulan bebas dan
sempat menjadi seorang cewek " bispak" yang bisa dipakai untuk teman tidur asal
suka sama suka. Untung saja saya tidak
sampai hamil sebab saya selalu
mengingatkan pasangan tidur saya agar
selalu memakai pelindung.
Created at 2014-11-26 01:43:12
Back to posts
This post has no comments - be the first one!
UNDER MAINTENANCE